DIKSI.CO - Dua bencana alam besar secara bersamaan mengguncang wilayah berbeda di China, menyebabkan puluhan ribu warga terdampak dan meningkatkan kekhawatiran global akan perubahan iklim ekstrem.
Provinsi Guizhou di barat daya China mengalami banjir parah yang memaksa lebih dari 80.900 warga meninggalkan rumah mereka hingga Selasa (24/6/2025) sore.
Media pemerintah Xinhua, dikutip AFP, melaporkan bahwa status tanggap darurat pengendalian banjir di wilayah terdampak telah dinaikkan ke tingkat tertinggi.
Di Rongjiang, salah satu daerah paling parah, sebuah lapangan sepak bola terendam air setinggi tiga meter.
Seorang warga setempat, Long Tian, mengungkapkan bahwa air naik sangat cepat, menyulitkan warga untuk menyelamatkan barang-barang mereka.
Pemerintah telah mengerahkan tim penyelamat ke dua wilayah terdampak utama dan mengimbau masyarakat untuk tetap waspada menghadapi kemungkinan banjir susulan.
Sementara itu, ibu kota Beijing sedang dilanda gelombang panas ekstrem, dengan suhu diperkirakan mencapai 38 derajat Celsius.
Pemerintah kota telah mengeluarkan peringatan cuaca oranye, yang merupakan peringatan tertinggi kedua dalam sistem peringatan cuaca China.
Kondisi cuaca ini memaksa warga mengubah rutinitas harian.
“Saya bahkan berhenti mengenakan pakaian formal ke kantor dan baru mulai olahraga setelah pukul 10 malam untuk menghindari bahaya,” ujar Li Weijun (22), seorang pekerja magang di Beijing.
Pemerintah kota juga mengimbau warga untuk menghindari aktivitas luar ruangan pada siang hari, memperbanyak konsumsi cairan, mengurangi jam kerja bagi pekerja luar ruang seperti di sektor konstruksi dan melindungi kelompok rentan seperti lansia dan orang sakit dari paparan panas ekstrem.
Kedua fenomena cuaca ekstrem ini memperkuat kekhawatiran para ilmuwan dan pemerhati lingkungan tentang dampak perubahan iklim global.
Para ahli menyebut emisi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia sebagai penyebab utama makin sering dan intensnya peristiwa cuaca ekstrem seperti banjir besar dan gelombang panas.
Sebagai penghasil emisi karbon dioksida terbesar di dunia, China telah berkomitmen untuk mencapai puncak emisi sebelum 2030 dan menjadi netral karbon pada 2060.
Meski masih bergantung pada batu bara, China juga tercatat sebagai pemimpin dunia dalam pengembangan energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin. (*)