DIKSI.CO - Menteri Kebudayaan Fadli Zon, mengungkapkan 10 jilid buku sejarah Indonesia hasil penulisan ulang bakal dilakukan uji publik secara terbuka pada Juni atau Juli 2025 mendatang.
Saat ini, ucapnya, proses penulisan ulang sejarah Indonesia terus dilakukan oleh para penulis sesuai dengan bidang mereka secara simultan.
"Rencananya pada bulan Juni atau Juli akan kita buka diskusi per tema dengan melibatkan dan memperdebatkan ini dari tempat tempat dari berbagai macam ahli," ujar Fadli Zon, dikutip dari cnnindonesia.
Disampaikannya, perkembangan proses penulisan ulang sejarah Indonesia tiap jilid saat ini beragam.
Ada yang sudah selesai dan ada yang masih 50 persen.
"Ada yang 70 persen, ada yang 100 persen itu perjuangan mempertahankan kemerdekaan," ungkapnya.
Di sisi lain, Fadli berharap masyarakat sipil tak langsung memperdebatkan soal penulisan sejarah ulang Indonesia.
Ia berharap masyarakat menunggu proses penulisan rampung.
"Harus ditulis dulu kalau cuman kerangka yang kita perdebatkan itu seperti memperdebatkan pepesan kosong, jadi sejarahnya ditulis baru kita perdebatkan," jelasnya.
Berikut 10 jilid buku sejarah yang sedang digarap tim sejarawan dan akan diuji publik pada Juni 2025 mendatang:
1. Sejarah Awal Nusantara
2. Nusantara dalam Jaringan Global: India dan Cina
3. Nusantara dalam Jaringan Global: Timur Tengah
4. Interaksi dengan Barat: Kompetisi dan Aliansi
5. Respons Terhadap Penjajahan
6. Pergerakan Kebangsaan
7. Perang Kemerdekaan Indonesia
8. Masa Bergejolak dan Ancaman Integrasi
9. Orde Baru (1967-1998)
10. Era Reformasi (1999-2024)
Namun, ada yang menarik dari penulisan ulang sejarah Indonesia tersebut.
Tak ada lagi istilah orde lama dalam judul 10 jilid buku hasil penulisan ulang sejarah Indonesia yang sedang dikerjakan oleh pemerintah.
Terkait hal itu, Fadli Zon mengatakan, perubahan istilah itu dilakukan lantaran selama ini pemerintahan sebelum Orde Baru itu tidak pernah menyebut pemerintahannya sebagai Orde Lama.
"Jadi sebenarnya itu para sejarawan yang membuat ya, kalau kita lihat istilah Orde Lama, pemerintahan Orde Lama, tidak pernah menyebut dirinya Orde Lama, kalau Orde Baru memang menyebut itu adalah Orde Baru," kata Fadli, Senin (26/5).
Lebih lanjut, Fadli mengklaim perubahan istilah itu dilakukan agar perspektif yang digunakan dalam sejarah baru Indonesia ini lebih netral dan inklusif.
"Jadi sebenarnya itu juga perspektif yang kita ingin membuat lebih inklusif, lebih netral," pungkasnya. (*)