DIKSI.CO - Nama Dr. Syahrir A Pasinringi, atau yang akrab disapa Dr. Cali, kini ramai diperbincangkan di lingkaran pengelolaan rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
Ia telah ditetapkan sebagai Dewan Pengawas (Dewas) di RSJD Atma Husada Mahakam, namun belakangan mencuat kabar bahwa dirinya juga akan menempati posisi serupa di dua rumah sakit besar lainnya: RSUD Abdul Wahab Sjahranie dan RSUD Dr. Kanujoso Djatiwibowo.
Kabar ini segera menyulut reaksi. Bukan tanpa sebab rangkapan jabatan di institusi strategis seperti rumah sakit pemerintah bukan hanya soal beban kerja, tetapi menyangkut etika pengawasan, efektivitas pengendalian mutu, serta potensi konflik kepentingan.
Sebab transparansi dan pemilihan Dewas harus didasari aturan yang sudah dibuat dalam Permendagri tentang penyelenggaraan perumahsakitan.
Dekan FKM Universitas Mulawarman, Dr Iwan Muhammad Ramdan, menyebut adanya potensi pelanggaran aturan dalam proses pengangkatan Dewas tersebut. Ia menyoroti tak adanya proses transparan dan tahapan resmi sesuai Permendagri No. 79/2018 dan PP No. 47/2021.
Dr Iwan juga mempertanyakan mengapa figur dari luar daerah yang dipilih, serta menegaskan bahwa rangkap jabatan di lebih dari satu rumah sakit tidak dibenarkan oleh aturan.
Sebab transparansi dan pemilihan Dewas harus didasari aturan yang sudah dibuat dalam Permendagri tentang penyelenggaraan perumahsakitan.
“Kita harus patuh pada aturan. Pengangkatan Dewas harus melalui tahapan sesuai Permendagri No. 79/2018 tentang BLUD dan PP No. 47/2021 tentang penyelenggaraan perumahsakitan,” ujarnya, Senin (5/5/2025).
Menurutnya, pengajuan nama calon Dewas seharusnya dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan selaku pimpinan SKPD, bukan oleh rumah sakit secara langsung, seperti yang saat ini senter terdengar merujuk kepada Dr Syahrir A Pasinringi, MS alias Dr Cali.
“Karena ini rumah sakit milik provinsi, maka yang berwenang adalah pemiliknya, dalam hal ini Gubernur, melalui kepala dinas,” jelasnya.
Selain itu, Dr Iwan juga menyoroti belum adanya proses transparan seperti penjaringan terbuka, seleksi administrasi, dan uji kompetensi sebagaimana mestinya.
“Kalau tiba-tiba muncul usulan nama tanpa proses terbuka, ini melanggar prinsip good governance, seperti transparansi dan akuntabilitas,” tegasnya.
Selain menyinggung soal transparansi pemilihan dan para calon kandidat Dewas, Dr. Iwan juga turut mempertanyakan alasan dipilihnya Dr Syahrir A Pasinringi, MS alias Dr Cali yang bukan sosok figur putar daerah di Kaltim.
“Dewas seharusnya memahami betul konteks dan masalah kesehatan lokal. Kenapa bukan putra daerah yang dipilih?” katanya.
Dr. Iwan juga mengingatkan bahwa rangkap jabatan sebagai Dewas di beberapa rumah sakit sekaligus tidak diperbolehkan dalam aturan yang berlaku.
“Idealnya satu orang hanya menjabat di satu institusi. Kalau merangkap, itu sudah menyalahi aturan,” tegasnya.
Meskipun mengenal Dr. Cali sebagai sesama akademisi di bidang kesehatan masyarakat, Dr. Iwan menegaskan bahwa ia lebih mengedepankan kepatuhan terhadap aturan ketimbang kedekatan personal.
“Siapa pun boleh menjabat, asal dipilih melalui mekanisme yang benar,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, Dr. Jaya Munawar Badri yang turut dikonfirmasi mengenai kabar tersebut dengan cepat memberikan bantahannya. Ia menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada surat keputusan (SK) pengangkatan Dewas untuk RSUD Abdul Wahab Sjahranie (AWS) dan RSUD Dr. Kanujoso Djatiwibowo.
“Yang sudah diterbitkan hanya untuk RS Atma Husada Mahakam. Sedangkan untuk AWS dan RS Kanudjoso, SK-nya masih dalam tahap proses,” ujar Dr. Jaya.
Dr. Jaya menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah mengusulkan Dr. Chali untuk dua jabatan sekaligus. Ia menyebutkan bahwa Dinas Kesehatan hanya merekomendasikan nama-nama Dewas yang sebelumnya telah bekerja dalam tiga bulan terakhir dan menunjukkan hasil yang positif.
Sementara terkait mekanisme pengusulan anggota Dewas, ia menjelaskan bahwa selain dari Dinas Kesehatan, usulan juga bisa datang dari pihak rumah sakit. Namun, keputusan akhir tetap berada di tangan Gubernur setelah melalui kajian dari Biro Ekonomi dan Biro Hukum.
Isu adanya oknum atau kepentingan tertentu dalam pengangkatan Dewas juga ditepis tegas oleh Dr. Jaya. Ia menyayangkan adanya spekulasi yang dinilai dapat mengganggu fokus perbaikan layanan kesehatan. “Saya dapat kabar juga dari pihak kejaksaan soal isu ini. Tapi saya tegaskan, jangan menyebarkan narasi yang belum pasti. Kita sedang memperjuangkan akses layanan kesehatan gratis, mari kita fokus ke sana,” ujarnya. Ia juga menyebut bahwa susunan Dewas sebelumnya melibatkan unsur BPKD, Asisten Pemerintahan, Dinas Kesehatan, dan tokoh masyarakat. Tim ini diusulkan untuk dilanjutkan masa tugasnya mengingat kontribusinya yang dianggap berhasil mengurai persoalan pelayanan di rumah sakit. Menutup pernyataannya, Dr. Jaya meminta masyarakat tidak mudah terpancing isu yang belum terverifikasi. “Tunggu saja keputusan resmi dari Gubernur. Tidak perlu menyebarkan hal-hal yang justru memperkeruh suasana,” pungkasnya.
(Redaksi)