DIKSI.CO - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Hanif Faisol Nurofiq menyebut aktivitas tambang nikel PT GAG Nikel (anak usaha PT Antam) di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya, belum menunjukkan dampak lingkungan serius berdasarkan hasil pemantauan tim KLHK pada 26–31 Mei 2025.
“Pelaksanaan kegiatan tambang nikel di PT GN ini relatif memenuhi kaidah-kaidah tata lingkungan. Tingkat pencemaran yang nampak oleh mata tidak terlalu serius,” ujar Hanif dalam media briefing di Jakarta, Minggu (8/6).
KLHK mencatat luas konsesi tambang mencapai 6.030 hektare, dengan area bukaan tambang 187,87 hektare berdasarkan pemantauan satelit dan drone.
Meski demikian, Hanif mengakui adanya sedimentasi yang telah menutupi permukaan terumbu karang di sekitar pulau, dan menyatakan kajian lebih mendalam masih diperlukan.
“Koral sebagai habitat sangat penting harus dijaga. Ada langkah-langkah lanjutan yang harus dilakukan,” katanya.
Hanif juga menyinggung soal legalitas tambang PT GN di hutan lindung.
Perusahaan tersebut termasuk dalam 13 entitas yang mendapat pengecualian berdasarkan UU No. 19 Tahun 2004, meski UU Kehutanan 1999 melarang tambang di kawasan tersebut.
Ia juga merujuk dua putusan penting: MA No. 57P/HUM/2022 dan MK No. 35/PUU-XXI/2023, yang memperkuat larangan tambang di pulau kecil.
“Putusan MA dan MK menyatakan penambangan di pulau kecil dilarang tanpa syarat. Ini akan kami bahas lintas kementerian,” jelasnya.
Sementara itu, Greenpeace Indonesia menolak klaim pemerintah.
Dalam pernyataan resminya, mereka menyebut tambang nikel di Pulau Gag, Kawe, dan Manuran telah menyebabkan kerusakan ekologis signifikan.
Setidaknya 500 hektare hutan dan vegetasi alami hilang akibat pembukaan lahan.
Dokumentasi mereka juga menunjukkan adanya limpasan tanah ke laut yang memicu sedimentasi di pesisir, mengancam ekosistem terumbu karang Raja Ampat yang dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati laut dunia. (*)