IMG-LOGO
Home Politik Sindir DPR, Adi Prayitno: Putusan MK yang Menguntungkan Diam, yang Merugikan Ribut-Ribut
politik | Umum

Sindir DPR, Adi Prayitno: Putusan MK yang Menguntungkan Diam, yang Merugikan Ribut-Ribut

oleh Alamin - 06 Juli 2025 16:07 WITA
IMG
Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno/Foto: adiprayitno.official

DIKSI.CO - Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menyindir sikap inkonsisten sejumlah anggota DPR RI yang dinilainya kerap "tebang pilih" dalam merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK).


Hal itu disampaikannya menanggapi polemik terbaru terkait putusan MK soal pemisahan pemilu nasional dan daerah.


Adi menyebut para politisi Senayan cenderung hanya memprotes putusan MK yang dianggap merugikan kepentingan mereka, namun memilih diam ketika putusan tersebut menguntungkan.


"Kadang politisi Senayan itu suka tebang pilih soal putusan MK. Dulu putusan MK Nomor 90 soal syarat minimal umur calon presiden yang dinilai menabrak etika konstitusi mereka tak ribut-ribut. Giliran pemilu nasional dan daerah dipisah, ribut-ribut berasa mau kiamat saja," kata Adi, Minggu (6/7) dikutip dari DetikJakarta.


Menurutnya, sikap DPR tidak konsisten dan cenderung transaksional terhadap putusan hukum.


"Kalau menguntungkan, mereka diam. Kalau merugikan, kerap protes. Ini jelas menunjukkan standar ganda dalam menyikapi konstitusi," tegas Adi.


Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VI DPR Nurdin Halid mengkritik keras putusan MK yang memerintahkan pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu daerah.


Ia menilai MK telah bertindak di luar kewenangan dan menciptakan norma hukum baru, yang seharusnya menjadi ranah DPR bersama pemerintah.


"MK sudah terlampau jauh memasuki ranah pembentuk undang-undang, sehingga sejumlah putusannya menjadi polemik konstitusional," ujar Nurdin.


Ia menegaskan bahwa dalam UUD 1945, kewenangan MK terbatas pada pengujian UU terhadap UUD, penyelesaian sengketa kewenangan lembaga negara, pembubaran partai politik, dan penyelesaian sengketa hasil pemilu.


Menurut Nurdin, putusan MK tersebut bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1) dan (2) UUD 1945 yang menyatakan pemilu, termasuk pemilihan DPRD, dilaksanakan setiap lima tahun sekali.


"Putusan ini cacat secara konstitusional, menimbulkan ketidakpastian terhadap sistem demokrasi, tata kelola pemerintahan, hingga keuangan negara," pungkasnya. (*)

Berita terkait